Luthfiana, namamu bukan sekadar rangkaian huruf, tapi detak dalam nadiku. Kau bukan hanya kisah dalam hidupku—kau adalah setiap halaman yang membuat cerita ini berarti.
Sepuluh tahun, dan kita bukan sekadar bertahan. Kita melangkah, jatuh, bangkit, menertawakan luka, dan tetap menggenggam satu sama lain. Kau bukan hanya seseorang yang menemaniku dari nol, kau adalah alasan kenapa nol itu berubah menjadi sesuatu yang berarti.
Jika dunia ini sebuah lagu, kau adalah nada yang membuat semuanya indah. Jika hidup adalah badai, kau adalah kompas yang selalu mengarahkanku pulang. Kau bukan sekadar cahaya dalam gelap, kau adalah bintang yang membimbing, api yang menghangatkan, dan lautan yang membuatku selalu ingin kembali.
Bersamamu, aku belajar bahwa cinta bukan sekadar tentang hari baik dan janji manis. Cinta adalah memilih tetap di sini, bahkan ketika semuanya terasa sulit. Cinta adalah cara kita menggenggam tangan satu sama lain, bukan karena kita tidak bisa jatuh, tapi karena kita tahu kita akan selalu saling menangkap.
Sepuluh tahun, dan aku masih ingin lebih. Aku ingin menghabiskan ribuan purnama lagi bersamamu, mengulang namamu dalam setiap doa, dan mencintaimu dengan cara yang bahkan tak pernah terpikirkan oleh penyair terbaik. Karena bagiku, Luthfiana Rahmawati, kau bukan hanya cinta—kau adalah rumah, tempat di mana aku ingin selamanya kembali.
Dengan Penuh cinta,
[Sahrul Alan Setiawan]